Tuhan,
Aku sedang berantakan,
Layaknya rumah depan jalan raya,
Terhampiri debu yang setiap saat menempel, masuk dan
membekas,
Hujan datang yang berakhir sia-sia,
Mengheningkan segala keheningan dihati ini,
Haruskah aku mengutuk petir itu,
Aku menjauh,
Menjauh hingga terungkap kebusukanmu,
Kebusukanmu yang berlumuran nanah,
Nanah yang membasahi mulutmu,
Aku memutuskan untuk membakar hatiku,
Kau tak usah memikirkan puisiku,
Aku hanya menulis untuk hati yang telah kau bakar,
Hati yang telah sia-sia, serta hati yang terluka
dengan setetes embun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar