Minggu, 08 Juni 2014

Kembali



Mengukir senja diantara persahabatan kita,
Kau yang selalu kuanggap angka meski kau tak pernah tau hal itu,
Aliran darahmu yang slalu kuhisap,
Hiraukan saja mulut-mulut berdarah itu,
Segalanya kusam,
Kau tak pernah memikirkan aku setahun yang lalu,
Kembalilah kau kisahkan kita setahun yang lalu,
Kata sakitmu,
Kulit hitammu,
Kau selalu saja perdebatkan hal yang mereka tertawakan akan kita,
Aku menyeretmu dalam ombak untuk kita,
Kau selalu saja membasahi segala warna pasir yang laut punya,
Kau tak pernah memilih warna apa untukku,
Kau kejamkan segalanya,
Untukmu yang selalu kupunya,
Bukan warna apa yang kau tau,
Bau air kencingku pun kau mau menghirupnya,
Sudah begitu kau masih saja begitu,
Tunjukan segala inginmu,
Bukan hanya aku yang kau anggap absurd dan misterius,
Tapi kau yang mengukir persahabatan ini selayak kulitmu. 


18:55

Rabu, 04 Juni 2014

Ziarahku



Terhampar luas dilautan,
Berpaluh pesih dipasir putih,
Kecupan indah di ujung telaga warna,
Ziarahku selalu mencari kau dimana,
Ujungku peluh tubuhmu,
Tulisan indah pensil warnamu,
Api tumbukan yang kau berikan,
Cinta kasihmu yang kubanggakan,
Tulus hadirmu,
Datanglah,
Ziarahku selalu untukmu, bapakku

Kamis, 27 Februari 2014

Terbakar, Sia-sia dan Terluka



Tuhan,
Aku sedang berantakan,
Layaknya rumah depan jalan raya,
Terhampiri debu yang setiap saat menempel, masuk dan membekas,
Hujan datang yang berakhir sia-sia,
Mengheningkan segala keheningan dihati ini,
Haruskah aku mengutuk petir itu,
Aku menjauh,
Menjauh hingga terungkap kebusukanmu,
Kebusukanmu yang berlumuran nanah,
Nanah yang membasahi mulutmu,
Aku memutuskan untuk membakar hatiku,
Kau tak usah memikirkan puisiku,
Aku hanya menulis untuk hati yang telah kau bakar,
Hati yang telah sia-sia, serta hati yang terluka dengan setetes embun.

Absurd

Pernah ku berpaling dari sebuah rasa,
Ku kira hanya sekedar rasa,
Tapi ini beda,
Pada satu nama yang berhasrat kental dihatiku,
Dari lorong rahasia yang menyeruku mencintainya,
Sudah hampir ku sentuh,
Ku dekati,
Namun lorong waktu yang menghembuskan,
Tubuhku terluka,
Namun masih saja ku tunggu dengannya,
Inginku acuhkan bayangmu,
Namun dia berkata aku masih bisa setia menanti,
Menatapku dari matamu,
Membelai satu persatu harapan yang terlanjur berlari,
Menjauh! Kau hadirkan rasamu yang bisa ku sentuh,
Untuk mendekapnya kapan sajapun bisa kulakukan,
Dipembuluh nadi yang tersimpan harapan,
Aku menatapmu dengan cinta,
Tuhan berkata lain diesok hari

Kamis, 13 Februari 2014

Jalan Entah



Lari,
Terus berlari,
Karna kelarian ini adalah jalan entah,
Entah benar ataupun salah,
Namun tuhan telah membenarkan,
Sekencang-kencangnya berlari,
Lalu serta merta memerangi bayangan diri sendiri,
Berlari selari-lariku dan akhirnya menjadi batu,
Semakin jauh semakin menjadi kelamku,
Salahku juga bodohmu,
Pasir hitam dipadang-padang itu selalu menyerangku,
Lalu kini,
Hidup seluruh hidupmu menjadi bangkaimu,
Aku yang terus berlari dengan jalanku meski kau ubah menjadi abu